Pembelajaran Sekolah Tatap Muka, Ini Kata Epidemiolog UGM  

Ilustrasi guru sedang mengajar dengan media papan tulis dan kapur.
Ilustrasi pembelajaran di sekolah.

Siarpedia.com, Yogyakarta – Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengungkapkan, keputusan untuk memulai pembelajaran tatap muka di sekolah perlu melibatkan sejumlah pihak, mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan juga pakar epidemiologi. Bukan hanya itu saja, kesiapan penerapan protokol kesehatan (prokes) juga perlu menjadi perhatian serius saat masih pandemi Covid-19.

 

Hal ini terutama diperlukan untuk membantu merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil di masing-masing daerah, mulai dari asesmen kesiapan hingga manipulasi infrastruktur, karena pengambilan keputusan ini tidak cukup didasarkan pada zonasi risiko Covid-19. “Zonasi kurang bagus akurasinya, perlu ditambah dengan parameter lain, seperti positivity rate juga,” ujarnya.

 

Positivity rate sendiri diharapkan berada di bawah angka 5 persen. Namun, indikator ini perlu dilihat dari masing-masing daerah, bukan indikator nasional. Dan ini salah satunya selain jumlah yang di-tracing, juga jumlah kasus aktif, jumlah kasus baru, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit. Sedangkan keputusan pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021, menurutnya belum tepat jika melihat Covid-19 di Indonesia secara umum.

 

“Di samping protokol kesehatan secara umum Covid-19, seperti menjaga jarak, mengenakan masker, dan mencuci tangan, dalam konteks kegiatan belajar mengajar di sekolah diperlukan sejumlah protokol tambahan,”

 

Namun, ia menyebut untuk dapat menakar kesiapan hal ini perlu dilihat dari kondisi di setiap provinsi, kabupaten, atau kota. Karena ada daerah yang memang kasusnya dari awal sedikit dan tergolong bagus, mungkin di situ bisa dipertimbangkan. “Di samping protokol kesehatan secara umum Covid-19, seperti menjaga jarak, mengenakan masker, dan mencuci tangan, dalam konteks kegiatan belajar mengajar di sekolah diperlukan sejumlah protokol tambahan,” paparnya.

 

Protokol ini berupa pengawasan harian kondisi murid, guru dan orang tua murid, pengaturan jam kelas menjadi lebih pendek, pengaturan posisi duduk di kelas dan ruang guru, serta bagaimana memastikan setiap kelas memiliki ventilasi yang baik. Perlu asesmen yang lebih detail pula untuk pembukaan sekolah pada jenjang SD dan jenjang pendidikan di bawahnya, karena lebih sulit memastikan setiap siswa dapat tetap menerapkan protokol kesehatan.  (*)

 

Tinggalkan Balasan