Siarpedia.com, Yogyakarta – Salah satu bencana geologi yang sering melanda wilayah Indonesia, yaitu gempa bumi. Hal itu pernah terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dengan kekuatan 5,9 skala richter. Sesar (patahan) aktif penyebab gempa tersebut diidentifikasi membentuk garis lurus di mulai dari pusat gempa pada koordinat 8,007º LS-110, 286º BT (1 kilometer dari garis pantai Parangtritis) ke arah timur laut sampai ke Prambanan.
“Untuk mengurangi risiko bencana dapat dilakukan melalui tindakan manajemen kebencanaan. Setiap wilayah mempunyai cara masing-masing dalam tindakan manajemen kebencanaan. Tindakan tersebut menyesuaikan dengan potensi bencana yang dimiliki dan kebiasaan masyarakat yang berlaku,”
“Untuk mengurangi risiko bencana dapat dilakukan melalui tindakan manajemen kebencanaan. Setiap wilayah mempunyai cara masing-masing dalam tindakan manajemen kebencanaan. Tindakan tersebut menyesuaikan dengan potensi bencana yang dimiliki dan kebiasaan masyarakat yang berlaku,” ujar Jainudin, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Selasa, 21 Juli 2020.
Menurutnya, dengan demikian, metode yang mempertimbangkan kearifan lokal juga perlu dimanfaatkan untuk mendukung prosedur tetap sebagai metode yang telah dibakukan dalam pengurangan risiko bencana. “Kami dari mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNY tertarik untuk mengkaji mitigasi bencana gempa bumi berbasis implementasi kearifan lokal pada masyarakat sekitar Sesar Opak Bantul,” ungkapnya.
Jainudin dibantu Anisa Hanan Qonita dari Prodi Pendidikan Geografi, serta Nur Fauzi prodi Ilmu Administrasi Publik. Menurut Jainudin, kearifan lokal pada masyarakat sekitar Sesar Opak Bantul antara lain berupa pengenalan tanda-tanda alam dan pengenalan perilaku hewan, serta sistem kehidupan masyarakat yang berupaya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berbahaya.
“Kearifan lokal berupa perilaku dan budaya masyarakat dalam upaya beradaptasi dengan kondisi tempat tinggal yang memiliki potensi bahaya gempa bumi yaitu masyarakat membangun rumah joglo sebagai bangunan tahan gempa” katanya. Penelitian ini dilakukan di desa Parangtritis dan desa Donotirto (Kecamatan Kretek) serta desa Bawuran dan desa Segoroyoso (Kecamatan Pleret). (*)