Siarpedia.com, Yogyakarta – Jemparingan merupakan olahraga panahan tradisional asal Yogyakarta yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dalam domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional. Olahraga ini pada awalnya hanya dilakukan di kalangan keluarga Kerajaan Mataram hingga dijadikan perlombaan di kalangan prajurit kerajaan.
Dalam rangka Hadeging Kadipaten Pakualaman ke-212 tahun, lomba Jemparingan Yogyakarta pun turut digelar sebagai wujud pelestarian olahraga WBTb ini. Ketua Panitia Hadeging Kadipaten Pakualaman Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Kusumo Bimantoro menuturkan, jemparingan bukan hanya sekadar sarana olahraga ketangkasan, melainkan pula sarana untuk mengolah rasa dan karsa.
“Makna khususnya jemparingan yakni sebagai olahraga, olahrasa, dan olahkarsa. Kita berlatih untuk mengatur diri sendiri, mengenai bagaimana cara kita untuk mengalahkan diri kita sendiri karena sering distraksi itu datang dari diri kita sendiri,” ucap BPH Kusumo Bimantoro dalam gelaran lomba Jemparingan Mataraman, Minggu (02/06) di Lapangan Kenari Yogyakarta.
Pemanah jemparingan gaya Mataram tidak hanya memanah dalam kondisi bersila, namun juga tidak membidik dengan mata. Busur dalam jemparingan diposisikan mendatar di hadapan perut, sehingga bidikan panah didasarkan pada perasaan pemanah,”
Berbeda dengan memanah pada umumnya yang dilakukan secara berdiri, jemparingan yang berasal dari kata jemparing berarti anak panah ini dilakukan dengan duduk bersila. “Pemanah jemparingan gaya Mataram tidak hanya memanah dalam kondisi bersila, namun juga tidak membidik dengan mata. Busur dalam jemparingan diposisikan mendatar di hadapan perut, sehingga bidikan panah didasarkan pada perasaan pemanah,” paparnya.
Baca Juga ; BMH Yogya Salurkan Beras untuk Santri Tahfidz Cahaya Al-Quran
Gaya memanah ini sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram, yaitu pamenthanging gandewa pamanthenging cipta, yang bermakna membentangnya busur seiring konsentrasi pada sasaran bidik. Filosofi ini mempunyai pesan agar manusia memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada tujuan tersebut agar dapat terwujud. Filosofi tersebut mengingatkan dalam meraih harapan, musuh utama manusia adalah dirinya sendiri. (*)
(tim siarpedia.com)