Siarpedia.com, Yogyakarta – GKR Mangkubumi mewakili keluarga besar Sri Sultan Hamengku Buwono X resmi membuka International Symposium on Javanese Culture 2023 di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Kamis (09/03). Simposium ini merupakan rangkaian Mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem atau peringatan 34 tahun (dalam hitungan Masehi) kenaikan tahta Sri Sultan HB X sebagai Raja Keraton Yogyakarta.
Adapun semangat besar dari Keraton Yogyakarta dalam simposium kali ini adalah ingin mengajak kembali masyarakat, terutama generasi muda untuk mengenal kembali dan peduli dengan vegetasi yang ada di lingkungannya. Mengambil tajuk “Vegetasi: Makna dan Fungsinya dalam Menjaga Kelestarian Alam dan Tradisi di Keraton Yogyakarta”, hadir beragam akademisi dan praktisi dari dalam dan luar negeri.
Misalnya pohon sawo kecik dari sejarah sebagai simbol kebajikan masyarakat Jawa dan dari sains tak hanya memenuhi unsur perindang, namun membantu penyerapan polutan. Dari pandangan sastra atau filologi, ilustrasi vegetasi manuskrip keraton memuat gambaran kondisi alam dan sosial masyarakat Jawa kala itu,”
Peserta diajak mengulas ragam vegetasi dari berbagai sudut pandang, sejarah, sains, sastra dan sosial budaya. “Misalnya pohon sawo kecik dari sejarah sebagai simbol kebajikan masyarakat Jawa dan dari sains tak hanya memenuhi unsur perindang, namun membantu penyerapan polutan. Dari pandangan sastra atau filologi, ilustrasi vegetasi manuskrip keraton memuat gambaran kondisi alam dan sosial masyarakat Jawa kala itu,” tuturnya.
Secara sosial historis, bahan pangan di Yogyakarta telah memperkaya prosesi ritual grebeg dalam bentuk gunungan sebagai simbol sedekah. DIY juga dianugerahi bentang alam indah dan beragam, mulai pegunungan, pantai, hingga ragam flora. Sejak Keraton Yogyakarta berdiri pada 1755, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan beragam filosofi yang selaras dengan alam.
Baca Juga ; Lampu Keselamatan Buatan Mahasiswa UNY Juara II Road Safety Innovation
Penghageng Kawedanan Tandha Yekti, sekaligus Ketua Panitia Simposium GKR Hayu mengungkapkan momentum kenaikan tahta dan kembalinya 75 manuskrip digital menjadi langkah awal bagi keraton membuka diri agar nilai-nilai luhur dapat terus dilestarikan. Hal ini diwujudkan dalam gelaran simposium atau ruang-ruang diskusi penelitian akademis terkait budaya Jawa, dengan begitu ilmu pengetahuan dan kekayaan budaya tersebar luas. (*)
(tim siarpedia.com)