Siarpedia.com, Yogyakarta – Kampus Mengajar yang merupakan salah satu program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka memberi banyak cerita. Salah satunya yang dialami oleh mahasiswa UNY Dhea Putri Ramadhani dengan penempatan di SD NU IX Nadhlatuh Thalabah Jember yang merupakan sekolah dibawah naungan yayasan pondok pesantren.
Di sekolah SD NU IX Nadhlatuh Thalabah Jember ini antara siswa putra dan putri dipisahkan. Dhea Putri mengajar di kelas 1 setiap hari mulai hari Senin-Sabtu dimana untuk kelas 1 SD sendiri terdapat dua kelas yaitu kelas 1A (Putra) dan kelas 1B (Putri). Mahasiswa prodi pendidikan teknik informatika Fakultas Teknik tersebut mengaku jadwal pembelajarannya tidak pernah bersamaan karena selalu bergantian..
“Dan karena selama satu bulan terakhir ini saya yang mengajar maka saya juga yang membuatkan soal untuk UAS para siswa kelas 1. Soal-soal UAS sesuai dengan materi yang sudah saya sampaikan selama pelajaran,”
Dikatakan Dhea Putri, Misalnya jam pertama mengajar di kelas 1A maka jam kedua mengajar di kelas 1B. “Dan karena selama satu bulan terakhir ini saya yang mengajar maka saya juga yang membuatkan soal untuk UAS para siswa kelas 1. Soal-soal UAS sesuai dengan materi yang sudah saya sampaikan selama pelajaran,” kata Dhea Putri di Yogyakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Baca Juga ;Mengajar di Sekolah Daerah 3T
Di sekolah SD NU IX Nadhlatuh Thalabah Jember ini Dhea Putri juga menghadapi siswa berkebutuhan khusus berjumlah 5-7 orang tapi mereka semua berbeda jenjang kelasnya dan sulit diatur. Untuk siswa kelas 1 kebetulan siswa tersebut siswa terlihat seperti anak yang memiliki gejala sindrom autis jadi susah saat mengajaknya untuk belajar, harus didekati secara pelan-pelan dulu kemudian perlahan di ajak untuk belajar menulis atau menggambar..
Selebihnya siswa yang lain merupakan siswa dikelas lambat dalam belajar, suka tidur saat pelajaran serta suka ramai dikelas. Sangat susah mengatur para siswa yang luar biasa ini. Cara mengatasi siswa seperti ini menurut Dhea Putri harus diajak interaksi dulu. Setelah itu diberi stimulus dengan memberi buku, diajak secara lisan menulis yang dilakukan berulang kali, kemudian memberi pensil ke siswa. Barulah siswa bereaksi menggambar sesuatu. (*).