Membumikan Aksara Jawa dalam Kehidupan
Siarpedia.com, Yogyakarta – Masuknya era globalisasi dewasa ini membuat budaya Jawa, salah satunya bahasa dan aksara jawa terkikis. Faktanya sebagian besar masyarakat, terutama generasi muda, bahkan yang berasal dari Jawa banyak yang tidak mengenal aksara jawa. Mereka mengetahui keberadaanya, tapi kebanyakan sudah tidak bisa memahami ataupun sekedar membaca pengucapannya.
Lunturnya pemahaman aksara jawa ini jelas mengkhawatirkan, terlebih derasnya budaya asing yang menggerus nilai-nilai lokal. Apabila tidak ada tindakan massif dan nyata, aksara jawa bisa jadi tinggal sejarah karena tidak diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Sejatinya, pemangku kebijakan dan kalangan akademisi, terutama di daerah Yogyakarta juga telah bertekad bulat menyelamatkan aksara jawa agar tidak punah.
Namun, minimnya media dalam menghadirkan rubrik-rubrik yang berkaitan dengan aksara Jawa berpengaruh besar pada hilangnya eksistensinya. Buktinya, banyak generasi muda yang sama sekali tidak mengenali karena belum pernah melihat aksara Jawa. Sejatinya, di medio tahun 70-an ada media dengan Bahasa Jawa dan aksara Jawa, namun setelah tahun 80-an mulai hilang kini jargon-jargon lebih banyak diisi dengan bahasa asing khususnya Bahasa Inggris.
Selain itu, faktor modernisasi juga berpengaruh besar dalam perlahan menghilangnya budaya Jawa tersebut. Pelestarian aksara jawa ini terus diupayakan pemerintah, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan segera menerbitkan Peraturan Daerah (PERDA) DIY tentang Pelestarian Huruf dan Bahasa Jawa agar bangsa ini tidak kehilangan akan nilai budayanya.
Di tengah derasnya modernisasi, budaya Jawa mesti ditampilkan secara utuh demi memberikan penanaman nilai-nilai terhadap tata krama yang diyakini masih relevan untuk diterapkan hingga sekarang. Menggunakan aksara jawa bukan berarti hanya sebatas beromantisme dan bernostalgia ke zaman dahulu melainkan merevitalisasi keluhuran itu untuk kehidupan masa kini dan datang.
Kondisi di atas mendorong penyediaan media untuk pengenalan aksara jawa, salah satunya dengan melibatkan penggunakan teknologi, seperti lomba website dengan konten aksara Jawa. Hal ini juga menjadi komitmen untuk bisa ikut berpartisipasi dalam rangka pelestarian budaya Aksara Jawa agar bisa terdigitalisasi sehingga dapat digunakan sebagai alamat (domain name) di internet.
Harapannya aksara Jawa bisa dikembangkan oleh masyarakat melalui berbagai perangkat digital. Sekarang sudah cukup banyak kalangan yang menaruh perhatian pada pengembangan aksara Jawa, mulai dari pembuatan fonta hingga aplikasi berbasis Android. Selain lomba website, kompetisi desain poster maupun logo yang menggunakan aksara Jawa juga akan sangat relevan dan menarik bagi kalangan milenial.
Lukisan dinding atau dikenal istilah mural juga popular di kalangan anak muda zaman sekarang dalam berekspresi tentu bila dikemas dengan format Hanacaraka dan dikompetisikan dapat pula menjadi media efektif dalam mengenalkan aksara Jawa. Mural Hanacaraka dapat diaplikasikan pada dinding di lokasi strategis, sehingga terlihat khalayak luas yang cocok untuk media promosi menarik bagi para pelancong.
Name tag sudah menjadi keharusan untuk dikenakan tiap karyawan dalam instansi, pun begitu dengan Yogyakarta. Selain itu, penggunaan name tag menjadi sumber kebanggaan bagi pemakainnya sebagai bukti bagian dari instansi tertentu. Penambahan versi aksara jawa pada tiap nama menjadi langkah pelestarian aksara Jawa karena tiap individu akan familier dengan versi aksara jawa untuk nama mereka dan akan menjadi input besar bagi pemiliknya.
Penyediaan media-media tersebut harapannya dapat menyelamatkan kekayaan budaya tulis masyarakat orang Jawa dari kepunahan dan menyebarluaskannya kembali kepada masyarakat. Sudah semestinya, semua orang, terutama masyarakat Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergerak untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan aksara Jawa ini. (*)
Penulis : Hilma Oktaviana Fajrin
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 4 Pakem, Sleman