Sastra Profetik di Era Teknologi dan Kelimpahan Informasi

Siarpedia.com, Yogyakarta – Kemajuan teknologi yang direpresentasikan melalui budaya digital, dengan berbagai peranti audio-visual membawa keberuntungan dalam berbagai aspek kehidupan. Segala urusan dan kebutuhan manusia dijalankan lebih efektif dan efisien, dengan jangkauan luas dan kecepatan masif. Capaian di bidang teknologi yang menghasilkan berbagai peranti dan perkakas canggih telah membuat kehidupan menjadi mudah.
“Akan tetapi, ada hal yang perlu diwaspadai dengan segala kemudahan hidup melalui kecanggihan peranti tersebut. Perwujudan “ruang baru” yang dihadirkan oleh kecanggihan multi-peranti menyebabkan tindakan dan perilaku manusia terkotak-kotak dan terpusatkan dalam ruang simulasi (maya),“ kata Prof Dr Anwar Efendi MSi dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Sastra dan Bahasa Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni UNY.
Pidato berjudul ‘Sastra Profetik di Era Teknologi dan Kelimpahan Informasi’. “Akibatnya, manusia menjadi terlempar dari ruang konkret kehidupan karena hampir seluruh waktunya dihabiskan memandangi “layar” produk peranti canggih. Akibat dari semua itu, terciptalah rasa asing terhadap diri sendiri, alam, masyarakat, dan bahkan dengan Tuhan,“ katanya.
Merujuk kondisi tersebut, menurut Prof Anwar, permasalahan terpenting adalah bagaimana membentuk kembali manusia yang telah terpecah-pecah tersebut. Di tengah lajunya perkembangan teknologi, keberadaan karya sastra religius, termasuk sastra profetik, terasa penting diaktualisasikan. Keberadaan sastra profetik dapat dijadikan sebagai refleksi estetis bagi manusia untuk membangun kembali aspek religius, transendensi, dan spiritualitas.
“Sastra profetik memiliki keniscayaan kultural untuk membebaskan jiwa manusia dari kemiskinan spiritual,“
“Sastra profetik memiliki keniscayaan kultural untuk membebaskan jiwa manusia dari kemiskinan spiritual,“ kata Prof Anwar. Menurutnya, kemajuan teknologi pada mulanya membuat efisiensi dan efektivitas segala lini kehidupan manusia. Selanjutnya, pesatnya perkembangan teknologi menenggelamkan manusia dalam rutinitas dan otomatisasi aktivitas. Dalam kondisi tersebut, manusia tidak dapat lagi menjadi subjek yang mandiri.. (*).