Siarpedia.com, Yogyakarta – Hari Ibu merupakan hasil pergerakan perempuan Indonesia sejak 1928, ditandai Kongres Perempuan pertama kala itu. Acara itu juga mengukuhkan semangat dan tekad perjuangan perempuan Indonesia dalam mengambil peran di setiap pembangunan. Peringatan Hari Ibu diharapkan menjadi momen mendorong semua pemangku kepentingan guna memberikan perhatian dan pengakuan eksistensi perempuan.
Membacakan sambutan Gubernur DIY Sri Sultan HB X pada Puncak Peringatan Hari Ibu ke-92 Tahun 2020 DIY di Bangsal Kepatihan, Rabu, 23 Desember 2020, Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan, perempuan Indonesia masa kini adalah perempuan yang harus sadar jika mereka mempunyai akses dan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh sumber daya, seperti akses ekonomi, politik, juga sosial.
“Begitu juga pengasuhan dalam keluarga, peran dan tanggung jawab laki-laki maupun perempuan dalam pengasuhan anak sama. Dan tidak hanya orang tua, dalam hal ini juga perlu didukung oleh semua pihak,”
“Begitu juga pengasuhan dalam keluarga, peran dan tanggung jawab laki-laki maupun perempuan dalam pengasuhan anak sama. Dan tidak hanya orang tua, dalam hal ini juga perlu didukung oleh semua pihak,” ujarnya. Dari peringatan Hari Ibu, Sri Sultan HB X ingin menegaskan, segala upaya yang dilakukan pada akhirnya memberikan keyakinan besar jika perempuan mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Momentum Hari Ibu ke-92 Tahun 2020 ini juga dinilai dapat menjadi satu titik awal bersama untuk lebih berdisiplin menerapkan protokol kesehatan. Sri Sultan HB X meminta kepada seluruh ibu-ibu dan keluarganya di rumah agar selalu disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. “Sekuat apapun pemerintah, tidak akan cukup apabila tidak didukung dengan kedisiplinan masyarakat, serta kemauan untuk mematuhi protokol kesehatan,” katanya.
Wakil Ketua TP PKK DIY GKBRAyA Paku Alam membacakan sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Gusti Putri menuturkan, pandemi Covid-19 telah menempatkan perempuan dalam situasi lebih rentan. Pandemi memperparah kerentanan ekonomi perempuan dan ketidaksetaraan gender, serta mengancam upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. (*)