Siarpedia.com, Yogyakarta – Prof Noohaidi Hasan MA Mphil PhD, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga ditetapkan sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Noohaidi, panggilan akrab Noohaidi Hasan tersebut diangkat menjadi anggota komisi kebudayaan AIPI berdasarkan surat keputusan nomor 42/K-AIPI/XI/2020.
“Proses pemilihan anggota baru didasarkan pada undang-undang pendirian AIPI, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AIPI yang diatur Kepres RI Nomor 9/2016,”
Dalam surat pemberitahuan tertanggal 23 November 2020, Ketua AIPI Prof Dr Satryo Soemantri Brodjonegoro menjelaskan, bahwa penetapan Prof Noorhaidi dilakukan melalui pemilihan dalam sidang paripurna, pada 13 Oktober 2020. “Proses pemilihan anggota baru didasarkan pada undang-undang pendirian AIPI, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AIPI yang diatur Kepres RI Nomor 9/2016,” ungkap Noorhaidi.
Sedangkan dalam sidang paripurna yang dihadiri seluruh anggota ilmuwan AIPI, setidaknya dua per tiga lebih anggota AIPI menyetujui jika Prof Noorhaidi memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagai ilmuwan terkemuka di Indonesia. Selanjutnya Sidang Paripurna AIPI memberikan hak penuh kepada Prof Noorhaidi sebagai anggota AIPI yang berlaku seumur hidup, sambil menunggu pengesahan melalui surat keputusan Presiden RI.
AIPI merupakan lembaga bergengsi yang menghimpun para ilmuwan terkemuka di Indonesia. Noorhaidi juga tercatat sebagai Guru Besar Bidang Politik Islam Kontemporer UIN Sunan Kalijaga. Noorhaidi sewaktu dikukuhkan menjadi Guru Besar UIN Sunan Kalijaga mengangkat pidatonya berjudul ‘Rethinking Islam Politik-Paradigma Baru Pembacaan Gejolak Politik di Dunia Muslim’.
Noorhaidi mengatakan, perkembangan sejarah Islam dan negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Tunisia, Libya, Arab, Mesir, Syria, Sudan, Yordania, Kuwait, Iraq dan lain sebagainya, selalu muncul gejolak politik yang menimbulkan serangkaian kekerasan hingga terorisme. Ia mencontohkan, kerusuhan yang terjadi di Tunisia ke Libya meruntuhkan kekuasaan Moammar Qaddafi. (*)