Siarpedia.com, Yogyakarta – Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta Hanik Humaida menggarisbawahi pentingnya untuk bisa hidup harmoni dengan berbagai potensi kebencanaan, terutama erupsi Gunung Merapi. Menurutnya, istilah hidup harmoni tersebut sejatinya tak hanya sekadar slogan, namun harus menjadi bagian dari pola hidup.
“Hidup harmoni dengan Merapi adalah slogan tidak sekedar slogan, namun sudah menjadi bagian dari pola hidup masyarakat Gunung Merapi,”
“Hidup harmoni dengan Merapi adalah slogan tidak sekedar slogan, namun sudah menjadi bagian dari pola hidup masyarakat Gunung Merapi,” tandasnya berkaitan Peringatan 10 Tahun Erupsi Merapi yang bertajuk ‘Refleksi Erupsi 2010 di masa Pandemi’. Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain Webinar, Jagongan Virtual Merapi, Virtual Open house, Talkshow, serta Lomba Tiktok Dasa Warsa Merapi.
Acara yang digelar secara virtual ini dimulai pada 26 Oktober 2020 hingga 4 November 2020. Seluruh agenda kegiatan dapat disimak melalui laman https://dasawarsamerapi.id. “Langkah itu seharusnya sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelum era letusan 2010. Lantaran kini sudah diperoleh banyak pelajaran penting bagaimana mempersiapkan mitigasi bencana,” ujarnya.
Dikatakan, mitigasi mulai dilakukan oleh berbagai pihak. Pun banyak dilakukan berbagai penelitian dari berbagai disiplin ilmu maupun operasional penanggulangan bencana yang dilakukan oleh berbagai Lembaga, baik pemerintah, non pemerintah, pemerhati bidang kebencanaan, relawan, dan masyarakat. Tapi kini ada pula tantangan lainnya. Dengan belum berakhirnya masa pandemi tentunya penanganan mitigasi bencana berbeda.
Hanik menggarisbawahi, pentingnya data-data pematauan yang harus tetap tersedia secara kontinyu. Evaluasi dan analisis data harus tetap dapat dilakukan walaupun melaksanakan Work From Home (WFH). Serta mencari strategi paling relevan tentang bagaimana informasi harus tetap sampai kepada instansi pemangku kepentingan dan masyarakat. Apabila terjadi krisis bagaimana operasional penanganan kebencanan harus berjalan. (*)