Oleh : Luky Kurniawan, M.Pd
VIRUS corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS Cov-2) telah mengubah banyak hal dalam kehidupan kita. Selain hidup sehat dengan rutin mencuci tangan, psychical distancing adalah cara yang digunakan untuk mencegah penyebaran virus corona atau kini disebut Covid-19. Psychal distancing memaksa kita untuk beraktivitas di dalam rumah, yang biasa kita kerjakan di luar rumah.
Hal ini menuntut kita untuk beradaptasi pada perubahan aktivitas tersebut, misalnya belajar, bekerja dan beribadah di rumah. Individu yang tidak dapat menyesuaikan perubahan, hal ini menjadi pemicu stres. Penyebab stres dinamakan stresors, stresors ini perlu diurai untuk dicarikan solusinya. Jika stresor ini tidak dapat diselesaikan dan menekan individu secara terus menerus maka akan mengakibatkan penyakit psikologis yang lebih berat seperti depresi.
Stres tidak selamanya berdampak buruk bagi individu (Eustress). Individu yang dapat menyelesaikan problem, serta mampu beradaptasi pada masa pandemi covid-19, maka timbul kepercayaan diri (self-confident) untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul dikemudian hari. Dampak positif lain dapat meningkatkan kemampuan daya lentur (Self-resilience), sehingga individu terbiasa menyelesaikan masalah.
Sejatinya Individu Tidak Akan Lepas Dari Masalah
Sudut pandang individu dalam menghadapi psychical distancing menjadi stimulus untuk merespon perubahan pada masa pandemi covid-19. Jika kita menggunakan sudut pandang positif, maka dapat memaknai banyak hikmah dibalik peristiwa ini. Sebagai contoh, psychical distancing menjadi media rekonsiliasi hubungan dengan keluarga. Sebelum pandemi covid-19, semua anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, atau sebaliknya.
Pada saat psychical distancing, kita dapat beraktivitas bersama keluarga, seperti beribadah di rumah, membersihkan rumah bersama, juga makan, memasak bersama dan menonton televisi bersama. Pandemi covid-19 ini memaksa masyarakat untuk melek teknologi informasi. Aktivitas belajar, rapat, edukasi, serta kegiatan keagamaan, seperti kajian yang sebelumnya konvensional tatap muka, selama pandemi covid-19 ini dilakukan secara daring atau online.
Aktivitas secara daring tersebut dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan berbagai aplikasi. Meski untuk aktivitas daring atau online perlu didukung infrastruktur koneksi jaringan kuat dan teknologi memadai. Jika didukung infrastruktur memadai, maka aktivitas daring atau online mempermudah dan membantu kita. Kadang kala kendala koneksi jaringan dan beban pekerjaan yang berat seringkali menjadi faktor pemicu stres.
Kondisi demikian bisa menyebabkan imun tubuh menjadi menurun sehingga rentan terserang penyakit. Jika pekerjaan dan aktivitas di dalam rumah selama pandemi Covid-19 sudah membebani, maka relaksasi dan istirahat yang cukup menjadi bagian dalam mengelola stress. Olahraga ringan secara teratur di dalam rumah maupun di halaman rumah juga menjadi bagian dalam mengelola stress untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
Selama psychical distancing juga tidak menutup kita untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan tetangga disekitar rumah dengan mempertimbangkan protokol kesehatan (Menggunakan masker dan tetap jaga jarak) sehingga terhindar dari distress (stress negatif). (*)