Siarpedia.com, Yogyakarta – Merebaknya pandemi Covid-19 telah memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi kehidupan masyarakat dunia, juga di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indonesia menunjukkan, lebih dari 200.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, ada juga sekitar 37.000 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terdampak usahanya secara negatif.
Pemerintah Indonesia meluncurkan Kartu Pra Kerja, sebagai salah satu bagian kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sebagai respons terhadap dikeluarkannya program Kartu Pra Kerja, Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) melakukan riset untuk mengetahui potensi penerapan program Kartu Pra Kerja dengan mempertimbangkan lanskap digital di Indonesia.
Riset CfDS Fisipol UGM kali ini dilakukan oleh 8 peneliti, yaitu Treviliana Eka Putri, Paska Darmawan, Anisa Pratita Kirana Mantovani, Anaq Duanaiko, Janitra Haryanto, Iradat Wirid, Raka Wicaksana dan Riawan Hanif Alifadecya. Sementara untuk hasilnya disampaikan dua peneliti, yaitu Treviliana Eka Putri, M.Int.Sec. dan Paska Darmawan MS melalui konferensi pers daring pada baru-baru ini.
Treviliana menjelaskan program Kartu Pra Kerja adalah sebuah program peningkatan keterampilan melalui kelas-kelas dengan penerapan berbasis digital. Dengan anggaran total Rp 20 triliun, program Kartu Pra Kerja menyasar 5,6 juta orang penduduk Indonesia, yang nantinya berhak mendapatkan insentif finansial dengan total besaran Rp 3.550.000 apabila telah menyelesaikan kelas-kelas pelatihan yang telah disediakan dalam mekanisme.
“Memang Kartu Pra Kerja belum lama berjalan, tapi jika melihat dari mekanisme dan siapa yang bisa mendapat, masyarakat menilai program ini kurang efektif. Belum lagi soal kelas-kelas yang ditawarkan, pemerintah perlu lebih mengkurasi lagi dari program-program yang ditawarkan. Sebab, jika Kartu Pra Kerja sebagai Jaring Pengaman Sosial, kartu tersebut dinilai tidak inklusif bagi banyak orang, ia hanya menyasar secara terbatas,”
“Memang Kartu Pra Kerja belum lama berjalan, tapi jika melihat dari mekanisme dan siapa yang bisa mendapat, masyarakat menilai program ini kurang efektif. Belum lagi soal kelas-kelas yang ditawarkan, pemerintah perlu lebih mengkurasi lagi dari program-program yang ditawarkan. Sebab, jika Kartu Pra Kerja sebagai Jaring Pengaman Sosial, kartu tersebut dinilai tidak inklusif bagi banyak orang, ia hanya menyasar secara terbatas,” ujarnya. (*)