Siarpedia.com, Yogyakarta – Memasuki purna tugas atau usia pensiun bagi sebagian orang masih dianggap sebagai momok menakutkan. Kehampaan menjalani aktivitas hidup menjadi salah satu faktor yang sulit terhindarkan, selain masalah keuangan. Apalagi, rutinitas kerja atau kesibukan disetiap hari, dari pagi hari hingga larut malam yang biasa dijalani selama masih aktifitas produktif, utamanya bagi pekerja keras atau sering diistilahkan workaholic.
Berbeda halnya dengan mantan Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito Dr dr Darwito SH SpB(K)Onk yang mengakhiri dinas atau purnatugas pada Februari 2020 ini. “Alhmadulillah, setelah lama melalangbuana, dari sekolah di Yogyakarta, merintis karir di luar daerah, termasuk dibesarkan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang, taunya malah pensiun di sini (RSUP Dr Sardjito), kembali ke Yogyakarta lagi,” ungkapnya.
Banyak suka dan kenangan selama memimpin di RSUP Dr Sardjito, termasuk mengembangkan sejumlah layanan unggulan bersama tim di rumah sakit setempat. Salah satunya café jamu dan pengobatan tradisional yang menjadi salah satu layanan kesehatan unggulan amanah dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) seiring kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan tradisional yang meningkat. Juga pembemahan layanan jantung terpadu, sampai terobosan layanan klinik sore.
“Saiki wayahe ngopeni hobi, arep gawe seminar tentang keris,” selorohnya saat pamitan dengan kolega dan jajaran direksi di sela-sela temu pelanggan eksternal RSUP Dr Sardjito. Apalagi, Darwito mengaku menjadi penghobi keris sejak muda. Setiap kali mendapatkan tugas ke luar daerah, ia selalu berburu keris. Sampai saat ini koleksinya sudah tidak terhitung, dari segi jumlah maupun nilai koleksinya.
Bahkan, saat masih aktif menjadi direktur utama, Darwito mengadakan pameran keris di rumah sakit yang dipimpinnya. Mengandeng sejumlah kolega dan teman sejawat penghobi keris, koleksinya dengan nilai artistik tinggi disuguhkan untuk bisa dinikmati pengunjung. Meski sudah purna tugas, tapi ia masih bisa berkarya, termasuk mengamalkan ilmunya di kampus, sembari ngelus-elus keris koleksinya, yang harganya bisa puluhan juta per bilah keris. (*)