Siarpedia.com, Yogyakarta – Kabar kurang sedap kembali datang dari Tempat Pembuangan Sampat Terpadu (TPST) Piyungan. Overload dan tumpukan sampah menggunung adalah penyebabnya. Lokasi TPST Piyungan yang di kelilingi bukit di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul, memang sudah memprihatinkan. Jika diibanding TPST Bantar Gebang seluas 110,3 hektar hingga terbesar di Indonesia, luas TPST Piyungan hanya 12,5 hektar.
Beroperasi mulai 1996, TPST Piyungan ini beberapa kali pindah pengelolaan. Terlepas dari siapa penanggungjawab pengelolaan, namun produksi sampah yang meningkat, serta tatakelola yang belum memadai menjadi persoalan pelik dan serius terus menerus. Bukan tidak mungkin menjadi problem serius bagi manusia itu sendiri. Karena itu, kini semua pihak harus memandang sampah bukan lagi urusan sendiri-sendiri, namun sudah menjadi tanggungjawab bersama semua pihak.
Lalu apakah ada solusi buat penanganan sampah yang sudah kronis tersebut. Menurut Peneliti Sampah dari Laboratorium Bioenergi Universitas Janabadra (UJB) Yogyakarta Dr Eng Mochamad Syamsiro ST MT, pembangunan pembangkit listrik tenaga (PLT) sampah adalah solusinya. Namun mewujudkan PLT Sampah juga tidaklah mudah. “Karena kondisi TPST Piyungan sudah darurat,” ucap Syamsiro, panggilan akrab Mochmad Syamsiro.
Menurut Syamsiro, yang tercatat sebagai Wakil Rektor I UJB ini, dibangunnya PLT juga bakal menghabiskan sampah lebih cepat pada hari itu, juga bisa menjadi sumber energi. Tidak kalah penting produksi sampah masyarakat harus bisa diminimalisir, dengan menggalakan pola hidup pilah sampah dengan baik, sehingga sampah bisa ditekan seminimal mungkin sebelum akhirnya sampai di tempat penampungan sampah.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, TPST Piyungan dibangun 1995, secara teknis sebenarnya hanya bisa digunakan 10 tahun, alias berakhir 2016. Dengan berbagai cara, usia teknis ini terus perpanjangan. Padahal, UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebut, pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang pakai sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama lima tahun sejak UU berlaku. (*)